Laut Selatan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, belum dipasang alat pendeteksi dini bencana tsunami. Padahal potensi kerawanan di kawasan pantai sepanjang 82 kilometer itu cukup tinggi, karena berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
Bahkan pada Juli 2006 silam, kawasan tersebut pernah dilanda bencana tsunami. “Potensi ancaman tsunami di selatan cukup tinggi,” ujar Sekretaris Daerah Garut Hilman Faridz kepada Tempo, Senin (15/11).
Menurut dia, tingginya ancaman tsunami itu, karena daerah Garut selatan berada pada pertemuan antara dua lempengan bumi, yaitu Indo Australia dengan Eurasia, sehingga berpotensi mengakibatkan terjadinya gempa di bawah laut. Selain itu, pantai selatan juga kerap dilanda gelombang tinggi. Pada hari biasa gelombang laut dapat mencapai ketinggian antara 1-2 meter.
Bencana tsunami dan gelombang tinggi itu, kata Hilman, mengancam ribuan rumah warga yang berada di pesisir pantai selatan. Di antaranya, warga Kecamatan Cibalong, Pameungpeuk, Cikelet, Mekarmukti dan Kecamatan Caringin. Sebab, jarak pemukiman dengan laut berkisar antara 10-300 meter dari bibir pantai. Begitu juga bangunan stasiun peluncuran roket milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional di pantai Santolo, Kecamatan Cikelet.
Akibat belum adanya alat pendeteksi tsunami ini, warga Garut Selatan kerap mengalami ketakutan. Apalagi setelah terjadi gempa bumi yang sering melanda wilayah pantai selatan baru-baru ini. Ketika terjadi gempa penduduk setempat hanya melakukan pengamatannya dengan melihat kondisi ombak laut berdasarkan pengalaman bencana tsunami sebelumnya. “Bila ada yang mencurigakan warga hanya berteriak dan melakukan pemberitahuan dengan pengeras suara masjid agar menjauh dari pantai,” ujar Hilman.
Karena itu, alat pendeteksi tsunami ini sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya korban jiwa seperti bencana yang terjadi di Mentawai. Namun untuk pengadaannya, Hilman mengaku tidak dapat dilakukan oleh daerah karena keterbatasan anggaran. Dia meminta pengadaan alat tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut Helmi Budiman, menyarankan agar pemerintah daerah segera berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk mengajukan alat pendeteksi tsunami. “Bila anggaran tidak ada, harus cepat berkoordinasi jangan diam saja menunggu korban jiwa,” ujarnya.
Bahkan pada Juli 2006 silam, kawasan tersebut pernah dilanda bencana tsunami. “Potensi ancaman tsunami di selatan cukup tinggi,” ujar Sekretaris Daerah Garut Hilman Faridz kepada Tempo, Senin (15/11).
Menurut dia, tingginya ancaman tsunami itu, karena daerah Garut selatan berada pada pertemuan antara dua lempengan bumi, yaitu Indo Australia dengan Eurasia, sehingga berpotensi mengakibatkan terjadinya gempa di bawah laut. Selain itu, pantai selatan juga kerap dilanda gelombang tinggi. Pada hari biasa gelombang laut dapat mencapai ketinggian antara 1-2 meter.
Bencana tsunami dan gelombang tinggi itu, kata Hilman, mengancam ribuan rumah warga yang berada di pesisir pantai selatan. Di antaranya, warga Kecamatan Cibalong, Pameungpeuk, Cikelet, Mekarmukti dan Kecamatan Caringin. Sebab, jarak pemukiman dengan laut berkisar antara 10-300 meter dari bibir pantai. Begitu juga bangunan stasiun peluncuran roket milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional di pantai Santolo, Kecamatan Cikelet.
Akibat belum adanya alat pendeteksi tsunami ini, warga Garut Selatan kerap mengalami ketakutan. Apalagi setelah terjadi gempa bumi yang sering melanda wilayah pantai selatan baru-baru ini. Ketika terjadi gempa penduduk setempat hanya melakukan pengamatannya dengan melihat kondisi ombak laut berdasarkan pengalaman bencana tsunami sebelumnya. “Bila ada yang mencurigakan warga hanya berteriak dan melakukan pemberitahuan dengan pengeras suara masjid agar menjauh dari pantai,” ujar Hilman.
Karena itu, alat pendeteksi tsunami ini sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya korban jiwa seperti bencana yang terjadi di Mentawai. Namun untuk pengadaannya, Hilman mengaku tidak dapat dilakukan oleh daerah karena keterbatasan anggaran. Dia meminta pengadaan alat tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut Helmi Budiman, menyarankan agar pemerintah daerah segera berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk mengajukan alat pendeteksi tsunami. “Bila anggaran tidak ada, harus cepat berkoordinasi jangan diam saja menunggu korban jiwa,” ujarnya.
Sumber: tempointeraktif.com
0 comments:
Posting Komentar